Translate

Selasa, November 01, 2016

Memujudkan Pemilahan Sampah, Mengolah, dan Membangun Kesepakatan Barter Sampah




16/10/16, siang itu keheningan kampung pecah oleh suara perempuan. Putri Subagya, seorang volunteer yang sebelumnya bertugas menjadi Avatar tanah memberanikan dirinya untuk mengajak ibu-ibu warga RT 03 berkumpul dengan menggunakan speaker musolah yang terdapat di wilayah RT 03.

Assalamualaikum, diberitahukan kepada ibu-ibu warga RT 03 untuk berkumpul serta berdiskusi lanjutan untuk program pengolahan sampah di RT 03, lokasi kumpul di rumah sabun. Selang 30 menit dari pengumuman tersebut, satu persatu warga mulai berkumpul di teras rumah sabun.
Assalamualaikum Wr Wb, ucapku membuka pertemuan kelompok ibu. Cuaca siang itu sangat cerah sehingga membawa suasana dinamis bagi kelompok ibu saat berdiskusi. Berkantong-kantong sampah telah dibawa oleh ibu-ibu dalam pertemuan tersebut dibedah serta ditimbang satu persatu. 2,56kg bang, ucap emul saat selesai menimbang sebuah kantong.

Angka timbulan sampah/keluarga di Rt 03, mencapai 1-3kg sampah/keluarga/3 hari. Dari 8 kantong sampel sampah, total sampah yang yang dihasilkan mencapai 20kg.

Setelah penimbangan selesai dan dicatatkan, kantong-kantong sampah tersebut kemudian di periksa dan dipilah. Cara tersebut saya lakukan untuk mengetahui jenis sampah secara spesifik yang dihasilkan oleh rumah tangga. Khususnya rumah tangga petani.

Hayo ini sampah Styrofoam siapa? Hayo ngaku.! Semua orang saling memandang satu sama lainnya, menandakan pencarian, siapakah pemilik sampah terebut?
Tanpa pengakuan dengan ucapan, kita sebetulnya bisa mengetahui sampah tersebut melalui bahasa tubuh. Kita hanya perlu memperhatikan gestur ibu-ibu yang hadir.

Untuk menetralisir tekanan dari pertanyaan tersebut, saya kemudian bertanya kepada ibu-ibu yang hadir dalam diskusi tersebut. Apakah diantara kita yang hadir dalam diskusi ini, mengetahui dampak buruk Styrofoam jika kita gunakan untuk kemasan makanan?

Belom tau mas, jawab ibu-ibu serentak.
Damn.! Ternyata banyak warga yang belom mengetahui betapa berbahayanya dampak penggunaan Styrofoam bagi tubuh. Buat saya, ini Pr besar. Otak jahat saya langsung merespon jauh, bahkan terlalu liar.

Boikot, ya, kita boikot acara di kampung jika tuan rumah menggunakan Styrofoam untuk wadah makanan. Saya kira cara ini bisa diterapkan jika kita mulai memacunya sebagai sebuah sanksi sosial atau sanksi. Namun sebelum hal tersebut dilakukan, pastinya harus dibangun dulu kesepakatan antara warga. Apakah ada cara agar sosialisasi ini bisa dilakukan? Ibu-ibu punya usul?

Ada mas, saya punya usul, bagaimana kalau kita membuat waktu tersendiri bagi kelompok ibu-ibu. Misalnya saat pengajian mingguan atau bulanan RT. Seru ibu RT. Jadwal pengajian bulan besok akan diadakan pada tanggal 6 nov 2016, jam 3 sore. apakah mas Ichay bisa memberikan sosialisasi pada saat pengajian dilakukan. Apakah bisa isi ceramahnya pengajian ibu-ibu membahas tentang Styrofoam?
Bisa, jawabku dengan cepat.

Apakah ada syarat khusus bagi saya untuk mengikuti pengajian tersebut?
Apakah saya harus memakai bergo (kerudung siap pakai) atau pakai mukena?
Ahahahaha, semua ibu tertawa lepas.
Mas Ichay ini ngaco, gak usah pake bergo mas, mas berpenampilan seperti biasa saja, Seperti saat kita bertemu hari ini. Ucap Bu RT.

Terima kasih bu, mari kita lanjutkan obrolan berikutnya, saya mau ngobrolin barter ataupun membeli sampah yang akan kita kumpulkan.

Membangun kesepakatan barter sampah

Barter  sampah, atau praktek jual beli sampah, untuk saat ini, itu merupakan hal yang wajar. Praktek tersebut tentunya harus disesuaikan berdasarkan kesepakatan warga yang ada. Semisal melakukan barter sampah dengan sembako, minyak sayur, mie instan atau bibit sayuran, atau dibayar sekalipun, semua bisa menjadi opsi.

Untuk mengetahui opsi yang akan dipilih, lagi-lagi, urusan ngorek2, trus menjadi pendengar yang baik, kayaknya masih bisa saya lakukan. Kita hanya perlu membuka keran aliran bicara atau penyampaian pendapat kelompok ibu-ibu ini.

Pertanyaan pertama saya, ibu, dari sekian banyak sampah yang dihasilkan, tadi kita sudah liat, kita sudah timbang, bahkan kita sudah bisa memperkirakan sampah harian ibu apa saja? Nah sampah2 yang dikumpulkan tadi, baiknya kita apakan? Kita barter kah? Kita jual kah? Kalau di barter, dengan apa? Silahkan dipikirkan baik-baik. Sebab, apapun Pilihan ibu-ibu nanti, itu akan berpengaruh kepada masa depan, masa depan pengolahan sampah.
Beberapa ibu mengerenyitkan jidadnya, mencoba membaca kebutuhan apa yang bisa di barter dengan sampah.

Detergen, minyak sayur, telur, sembako, bibit sayur. Jenis barang tersebut adalah barrang yang disepakati untuk di barter dengan sampah. Gimana mas Ichay? Tanya seorang ibu.

Saya pikir, jika kita menukar sampah dengan detergen, minyak sayur, mie instan, bibit dan sembako, kegiatan pengumpulan sampah ini akan berjalan dengan baik, saya pribadi bersedia menerima sampah bekas sachet kopi untuk saya buat kreasi, ucap teh Yuyun. pernyataan tersebut kemudian diamini oleh yang lainnya.

Kemudian saya kembali mengajukan pertanyaan, pertanyaan kedua, Bagaimana mekanisme pengumpulannya? Dan apakah sampah yang dikumpulkan nanti sudah terpilah?
Sudah dong, kan tadi syarat sampah laku atau bisa dibarter jika sudah terpilah. Kan tadi mas Ichay yang bilang, sahut teh Yuyun. Untuk pengumpulan sampah, sepertinya kami akan memilah dulu lalu kami kumpulkan, mungkin setelah 7hari, sampah terebut bisa diserahkan ke pengelola yang bertugas menimbang dan mencatatkannya.

Lalu, siapa yang akan menjadi petugas tersebut? Siapa yang akan bertugas menimbang dan mencatat? Bu  etin, jawab warga serentak.

Setelah sampah terkumpul, lalu ditimbang dan dicatat, apakah sampah terebut akan kita kelola disini atau kita bawa ke tempat lain?

Untuk pengumpulan, kita bisa gunakan rumah sabun mas, namun untuk proses pengolahan sampah lanjutan, tampaknya hal tersebut bisa dilakukan di saung Sarongge. Soalnya dulu kan disana pernah ada kelompok pengelola sampah, jadi akan lebih baik lagi jika pengolahan tersebut dilakukan disana, karna akan melibatkan banyak pemuda untuk kegiatan ini. Ucap ibu etin.

Oke, terima kasih informasinya Bu. Saya pikir, diskusi kita hari ini, kita sudahi dulu. Sambil bersiap menyudahi diskusi ini.
Mul, mana peralatan perangmu (timbangan digital), boleh kah timbangan itu diserahkan kepada ibu etin, tanya saya ke pada emul.

Boleh bang, timbangan tersebut segera diterima oleh ibu etin. Wajah emul terlihat sedih, timbangan digital yang baru saja ia pegang sebagai peralatan perang, sudah harus berpindah tangan.

Sambil berjalan pulang, saya mengatakan kepada emul, Mul, peralatan perangmu (timbangan digital) akan dibawa Minggu depan. Syaratnya hanya satu mul, kamu tetap semangat untuk jadi tukang sampah.
Senyum simpul kembali mengembang di wajah emul. Itu menandakan bahwa semangatnya menjadi tukang sampah masih membara. Sambil berjalan pulang, saya kembali menguatkan emul dengan mengatakan bahwa kerja-kerja pengolahan sampah akan semakin mudah jika sampah dari sumbernya sudah terpilah. Emul hanya perlu melakukan pengangkutan dari RT 03 ke bank sampah, lalu melakukan pengolahan sampah lanjutan. Perkataan terebut di jawab anggukan oleh emul. 

Tidak ada komentar:

Disqus Shortname

Comments system