Bantaran sungai Ciliwung, Kebon pala,
Jaktim. Menyikapi pemilihan pembangunan yang digadang-gadangkan oleh Balthasar
Kambuaya Yang menduduki posisi jabatan menteri lingkungan hidup, yang membangun
kerja sama dengan pemerintah korea. Dianggap sebagai sebuah solusi terhadap
problematika Ciliwung yang tidak pernah terselesaikan, dan harus menggelontorkan
dana 91 miliar rupiah dianggap jalan yang cocok oleh pemerintah melalui KLH
untuk restorisasi dan pengelolaan Ciliwung selama 30 bulan project.
Program yang dianggap cocok oleh
pemerintah melalui KLH, yang dianggap lembaga yang memang mempunyai kewenangan
untuk pengeloaan lingkungan mendapatkan banyak respon dari para penggiat Ciliwung.
Salah satunya adalah ibu Rita Mustikasari, penggiat Ciliwung dari kota hujan
ini mengomentari pemilihan pelaksanaan project yang sangat memakan biaya besar
ini dianggap kurang adaptif yang juga tidak menyasar kepada masyarakat yang
menggunakan air sungai Ciliwung setiap hari (warga bantaran sungai).
Aliran air sungai Ciliwung ruas Istiqlal
merupakan aliran asli yang diubah oleh pemerintahan Batavia pada tahun 1922
dengan membangun pintu air Manggarai dan banjir kanal barat.
Alasan pembangunan ini dikarnakan
pada tahun 1918 Batavia dilada banjir besar dan melumpuhkan perekonomian Batavia
selama banjir. pasca pembangunan banjir kanal barat Ciliwung, aliran ini
sekarang dapat kita lihat sebagai tempat pembuangan sampah besar. Coba saja
telusuri aliran asli ini dari pintu air Manggarai sampai muara sungai.
Pemilihan lokasi Istiqlal tentu
saja dianggap kurang tepat, karna sumber masalah pencemaran tidak berada
diwilayah tersebut. Pada ruas ini kita akan lebih banyak menemukan bangunan
tinngi pencakar langit yang sayangnya tidak memiliki keinginan mengolah limbah
dari para karyawan yang dihasilkannya setiap hari.
Berdasarkan data yang dikutip pada
artikel koran tempo, Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia sudah menyusun
rencana restorasi Sungai Ciliwung 2010-2030. Data kementerian ini menunjukkan
bahwa penurunan kualitas air sungai terbesar diakibatkan oleh limbah domestik,
yakni 80 persen. Sisanya, berasal dari usaha skala kecil (peternakan dan
pertanian) dan kegiatan industri. Sampah juga jadi penyumbang menurunnya
kualitas air.
Dalam artikel tersebut kita dapat
melihat bahwa 80 persen pencemaran berasal dari rumah tangga yang juga
menghasilkan sampah, yang kemudian dibuang ke sungai yang ada di belakang rumah
mereka. Berdasarkan data tersebut, seharusnya pemerintah membuat program yang
lebih adaptif lagi. Yaitu, dengan cara membangun partisipasi masyarakat yang
tinggal dibantaran sungai sebagai langkah awal untuk pengelolaan sungai,
khususnya sungai Ciliwung melalui pemberian imbal jasa bagi kelompok masyarakat
yang sudah melakukan pengelolaan lingkungan secara bertanggung jawab dan
berkelanjutan sehingga pepatah bijak mengenai “Berat sama dipikul, ringan
sama dijinjing,” menjadi budaya yang kembali dijalankan oleh KLH
sebagai lembaga yang dipercaya oleh negara untuk urusan pengelolaan lingkungan.
Adapun langkah kerja yang dapat disusun adalah :
- Pemetaan ulang potensi Ciliwung,
masalah dan solusi yang adaptif pada tiap segmen. pendekatan ini dapat dibangun
bersama antara pemerintah, komunitas dan masyarakat dengan cara mengedukasi
masyarakat untuk pemetaan partisipatif pada wilayah yang telah didampingi oleh
komunitas, penggiat lingkungan, NGO, maupun element lainnya yaitu TNI yang juga
fokus terhadap isu "go green". Namun tersesat di jalan yang benar.
- Dampingi dan fasilitasi kelompok
masyarakat yang sudah melakukan pengelolaan lingkungan. Dengan cara
memfasilitasi pengelolaan masalah berdasarkan sumbernya masing-masing, dianggap
dapat menghadirkan solusi untuk pemecahan masalah dapat disesuaikan dengan
karakteristik wilayah maupun segmen yang ada di sungai Ciliwung.
- Tinjau ulang proyek pemasangan
instalasi pengolahan limbah yang direncanakan di Istiqlal, yaitu dengan cara
dipindah dan dipasang sebelum pintu air Manggarai, pemasangan IPAL dengan biaya
yang cukup besar tidak akan tepat jika solusi yang diambil tanpa keterlibatan
kelompok masyarakat dan air sungai yang telah mendapatkan treatmen untuk
restorisasi sungai dapat disalurkan kembali ke aliran asli sungai Ciliwung dan
banjir kanal barat.
- Memfungsikan kembali aliran asli Ciliwung
yang saat ini nasibnya lebih tragis dari pada Ciliwung pada aliran kanal barat
yang dibuat pemerintah Batavia saat itu, aliran asli Ciliwung kini tidak jauh
beda seperti saluran air saja. Pada aliran asli ini. kita dapat mengamati bahwa
tidak ada kehidupan pada sungai Ciliwung dikarnakan fungsi sungai secara
ekologis sudah berubah karna pada aliran asli ini sudah terbentang panjang
turap yang ternyata tidak memberikan toleransi pada ekologi sungai.
Jika kita coba merunut sejarah Ciliwung
dulu dan kini. Kita dapat memahami bahwa aliran sungai yang sekarang ada
bukanlah aliran asli Ciliwung. Pengelolaan aliran sungai Ciliwung pada masa
jaman pemerintah kolonial pada tahun 1918 dikarnakan banjir besar melanda Batavia
sehingga menyebabkan kelumpuhan perekonomian Batavia saat itu sehinggga pada
tahun 1919 - 1920 dibuat perencanaan pengelolaan sungai Ciliwung oleh Prof H
van Breen dari Burgelijke Openbare Werken atau disingkat BOW. Hasil dari
rencana tersebut dapat kita lihat dari pintu air Manggarai - kawasan selatan Batavia
yang kini bernama Muara Angke.
Proses Pembangunan saluran banjir
Kanal Banjir Barat, atau juga sering disebut Kali Malang (Barat) ini dimulai
tahun 1922, dengan bagian hulu berawal dari daerah Manggarai ke arah barat
melewati Pasar Rumput, Dukuh Atas, lalu membelok ke arah barat laut di daerah
Karet Kubur. Selanjutnya ke arah Tanah Abang, Tomang, Grogol, Pademangan, dan
berakhir di sebuah reservoar di muara, di daerah Pluit
(http://id.m.wikipedia.org/wiki/Banjir_Kanal_Jakarta) .
Jika saja pemerintah kita yang
berperan sebagai pengelola lingkungan melaui Kementerian lingkungan hidup mau
mendengar dan mengapresiasi suara komunitas, masyarakat dan para penggiat Ciliwung.
Maka proyek restorasi sungai Ciliwung dapat dianggap cocok bahkan adaptif karna
penyelesaian masalah sungai Ciliwung diambil dari orang-orang yang memang
memilih kesehariannya sebagai pengguna maupun penggiat Ciliwung.
Jika perencanaan restorasi sungai Ciliwung
dan juga pengelolaan jauh dari sumber masalah itu ada, maka bersiaplah pada
tahun-tahun berikutnya Ciliwung mengamuk dan meminta dana yang lebih besar lagi
karna program yang selalu dibuat tidaklah pernah cocok.
Dengan mengedepankan edukasi
kelompok masyarakat untuk pengelolaan Ciliwung pada tiap segmen harus menjadi
prioritas pemerintah, baik pemerintah daerah yaitu pemprop DKI, dan Jawa Barat.
Maupun pemerintahan pusat yaitu; Kementerian Lingkungan,
Kemeterian PU, Kementerian perumahan rakyat. Sebagai jalan peretas restorasi
sungai Ciliwung yang tepat pada sasaran.
1 komentar:
Setelah KLH terus PU? ada 12 kementrian yg ikut serta terlibat dalam pengelolaan air. mari menulis lageeee
Posting Komentar