Translate

Minggu, Januari 06, 2013

Ancaman itu bernama “Habit”…



Foto : Tumpukan sampah sehari-hari warga Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat
Habit, atau dengan arti lokalnya adalah kebiasaan. Jika menurut definisi Bahasa Indonesia yang baik dan benar. “habit” adalah “Antara pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukannya secara berulang untuk hal yang sama” (Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/kebiasaan#ixzz2GwM10Nv4).
Namun definisi “habit” menurut ilmu psikologi adalah “Kebiasaan (atau wonts) merupakan rutinitas dari perilaku yang diulang secara teratur dan cenderung terjadi sadar “ (http://en.wikipedia.org/wiki/Habit_%28psychology%29).

Habit dapat menjelma menjadi hal yang menyeramkan jika tidak adanya dorongan untuk berubah baik secara sadar dan perlahan (faktor internal) yang menunutut perubahan dari dalam diri, atau melalui bujuk rayu maupun secara paksaan (faktor eksternal). Habit yang cenderung merugikan adalah bad habit. Dalam kasus yang saya temui adalah kebiasaan masyarakat membuang sampahnya sembarangan. Entah siapa yang memulai kebiasaan buruk ini hingga diwariskan secara turun temurun kepada masyarakat, baik golongan masyarakat kecil sampai masyarakat tingkat atas yang katanya berpendidikan tinggi dan memiliki tambahan huruf setelah nama akhirnya.

Berbicara tentang “bad habit”, maka kita dapat melihat banyaknya kebiasaan masyarakat kita yang gemar “membuang sampah tempatnya pada kemana?” dengan bahsa lainnya adalah “sembarangan”. Kebiasaan ini tentunya dilandasi oleh sifat dasar manusia yang tentunya menginginkan kepraktisan dan tentunya memiliki nilai pragmatis. Sehingga menyebabkan tumbuhnya budaya tidak ramah lingkungan.
Kebiasaan ini berlaku secara turun temurun yang diwariskan melalui alam sadar manusia, kebiasaan buruk tersebut direkam oleh benda yang bernaung dalam tempurung kepala manusia yang berat rata-ratanya adalah 3 lb atau 1,5 kilogram (berat rata-rata manusia dewasa). Kegiatan demi kegiatan yang terekam tersebut biasanya menjadi sebuah kebiasaan. 

Jika sedari kecil kita membiasakan aktifitas yang tidak ramah lingkungan berupa membuang sampah sembarangan di depan anak-anak kita yang masih belia. Maka memungkinkan juga hal tersebut diulang kembali oleh anak-anak kita. Saat dia bisa berjalan, berlari dan melakukan aktifitasnya secara mandiri. Maka tidak menutup kemungkinan bahwa hal-hal  maupun keseharian kita tersebut menjadi landasan sang anak memiliki bad habit

Kebiasaan yang akhirnya menjadi budaya tersebut semakin hari semakin sulit dikikis maupun dihilangkan. Sehingg butuh waktu yang cukup panjang untuk kembali membangun sebuah kebiasaan yang baik.  Namun saat kesadaran akan kebiasaan yang baik mulai tumbuh, biasanya masyarakat yang mulai melakukan kebiasaan baik tersebut mengalami problematika sendiri. Yaitu, tidak adanya dukungan oleh masyarakat sekitar untuk ikut terlibat menuju perbaikan hidup tersebut.

Sehingga ancaman terhadap keberlanjutan hidup dengan lingkungan yang layak didapatkan oleh semua orang dianggap menjadi utopis. Karna tanpa keterlibatan semua orang, mimpi-mipi membangun sebuah kehidupan yang ramah lingkungan ataupun lebih baik lagi menjadi mimpi yang tak terbeli.

"Fadhel Achmad" catatan temuan jelajah hilir Citarum, 2 - 3 Januari 2013.

Tidak ada komentar:

Disqus Shortname

Comments system