Translate

Selasa, Oktober 10, 2017

Terancamnya "sepenggal surga" di Nusantara

Salah satu spot di Gili Trawangan
Diantara sepenggal surga yang jatuh ke tanah Nusantara, tidak perlu meyakinkan dengan kekuatan sales kecap bahwa Lombok adalah salah satu pulau yang merupakan sepenggal surga yang jatuh ke Nusantara. Ya Lombok. Pulau indah yang memiliki banyak spot wisata. Siapa tak kenal gunung tingginya, yaitu, gunung Rinjani, begitu juga dengan pantainya, seperti senggigi, Gili Trawangan, Pantai Pink dan deretan pantai lainnya yang terhampar di pulau tersebut.

Begitu juga dengan makanan, kangkung yang tumbuh begitu saja, hanya perlu sentuhan dengan cara direbus lalu diberikan sambal, menjadi salah satu makanan favorit disana. Apalagi olahan makanan lainnya. Gak perlu lah gw sebutkan satu persatu makanan khas Lombok untuk mendeskripsikan betapa banyaknya hal-hal indah di lombok. Tak perlu berlaku seperti sales kecap, yang selalu bilang bahwa kecap saya adalah kecap nomor 1. Untuk mendapatkan persepsi yang sama betapa indahnya Lombok.

TPA Gili Trawangan
Namun, dibalik keindahan tersebut, banyak hal yang luput dari pengamatan. Ya iyalah, orang-orang yang pergi ke Lombok itu, bisa dipastikan pergi dengan tujuan wisata, bukan untuk melakukan pengamatan sosial tentang kehidupan warga Lombok, atau hal-hal lain yang jauh dari kesenangan tentang liburan di sepenggal surga.

Masa udah keluar uang banyak, kita masih harus memikirkan kehidupan warga disana, kondisi sosial, lalu ancaman tentang sampah yang akan menurunkan kualitas serta daya tarik wisata tentang keindahan pulau tersebut. Cukup elo aja kali.! Miris bukan.

Dalam pengamatan gw yang pendek, yaitu, 3 hari 2 malam di Lombok, gw menemukan beberapa masalah sepele, namun berdampak banyak terhadap keberlanjutan hidup banyak orang disana, keberlanjutan tentang sebuah pulau yang indah, keberlanjutan tentang tumpukan sampah yang pada nantinya akan menjadi gunung baru dan segera populer menjadi pesaing bagi keterkenalan Gunung Rinjani atau pulau Lombok itu sendiri.

Untuk memudahkan membaca masalah yang sepele tadi, gw membagi menjadi beberapa sumber masalah, yaitu, Perubahan pola tradisional masyarakat lombok yang menjadi (terpaksa) modern karna efek kunjungan turis beserta jejak yang ditinggalkan wisatawan (sampah).


Perubahan Pola masyarakat yang menjadi (terpaksa) modern

Aliran sungai sokong
Cerita tentang betapa rindunya mandi di sungai yang jernih, ternyata bukan hanya keinginan gw seorang, ternyata banyak orang yang berharap dapat kembali mandi di jernihnya air sungai. Pak Arno warga desa ........ - Kab Lombok Utara, menceritakan bahwa sungai sokong yang berada di belakang rumahnya dalam kondisi darurat. Hal ini dikarenakan jernihnya air sungai yang mengalir, kini juga membawa serta Pampers, sampah dan limbah cair domestik yang belom diketahui berapa banyak volumenya, serta tajamnya beling yang sedang berkamuflase diantara batu sungai.

Perubahan fungsi sungai terjadi semenjak ditetapkannya program mandi di kamar mandi. Dengan dukungan pemerintah daerah, banyak warga yang tinggal di daerah aliran sungai mendapatkan bantuan kamar mandi. Perlahan, salah fungsi sungai mulai tersingkir. Yaitu, tidak diperlukan lagi sebagai tempat mandi.
Masih menurut pak Arno, kerusakan sungai sokong dikarenakan tidak lagi digunakan sebagai sumber kehidupan. Dulu, orang di kampung sini mandi di sungai, sehingga jika ada orang yang membuang sampah ke sungai, maka orang tersebut pasti kena teguran, selain itu, sungai juga dimanfaatkan sebagai lokasi budidaya kangkung. sekarang, semua orang di kampung ini, jadi  tau sama tau aja kalo ternyata sungai itu jadi tempat pembuangan sampah favorit.


Budidaya kangkung di badan sungai
Perubahan pola tersebut di mulai pada tahun 2010, jika menelisik ke belakang, tampaknya pemerintah setempat merasa mandi di sungai adalah hal yang  harus kena sensor jika ingin terlihat modern oleh wisatawan.

Perubahan tersebut tidak diimbangi oleh rasa memiliki sungai, sehingga kilo demi kilo sampah di tumpuk setiap harinya di bantaran hingga dibuang ke badan sungai. Saat musim hujan melanda, bisa dipastikan bahwa sampah akan terbawa air dan mencemari pantai serta laut di wilayah pulau itu sendiri.

Seorang ibu berucap kepada saya bahwa dia pernah ikut serta dalam membersihkan daerah Gili dari sampah, namun, dia juga menyadari bahwa itu adalah sampah yang setiap harinya ia buang ke sungai. Miris bukan.

Jejak-jejak (sampah) wisatawan

TPA Gili Trawangan

Gak bisa kita pungkiri lagi, bahwa setiap harinya kita menghasilkan sampah. Saat musim libur datang, mungkin kita tidak pernah juga berfikir bahwa lokasi yang kita kunjungi sudah memiliki pengelolaan sampah secara baik atau belom? Sehingga kita bisa dengan bijak untuk berlibur tanpa menghasilkan banyak sampah.
Berdasarkan artikel yang di muat kompas http://bit.ly/2xtWq5X, jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke Gili Trawangan mencapai 2600 orang per hari. Gili Trawangan merupakan pantai atau lokasi wisata andalan bagi pemerintah Kabupaten Lombok Utara, kunjungan wisatawan di wilayah kelola kabupaten Lombok  Utara meninggalkan jejak berupa PAD sebesar 130 Milliar rupiah pada tahun 2016.  angka yang fantastis bukan.

Namun pendapatan tersebut tidak berimbang dengan pemanfaatan untuk lingkungan. Semisal adalah investasi untuk pengolahan sampah. Dalam kunjungan gw ke Gili Trawangan, kabar burung menyatakan bahwa kepala dusun di wilayah tersebut ditangkap oleh saber pungli karna telah melakukan pungutan liar untuk pembuangan sampah bagi hotel, home stay dan penginapan yang berada disana.

Pungutan liar tersebut untuk memaklumi jumlah sampah yang dihasilkan oleh wisatawan sehingga cara memperlakukan sampah yang dihasilkan juga sangat ekslusif, yaitu, sampah harian yang dihasilkan kemudian dimasukan ke dalam drum lalu ditenggelamkan ke laut.


Rambo, gerobak kuda penarik sampah harian
Pasca kejadian tersebut, kini sampah yang seharusnya dibuang ke laut telah memiliki tempat baru, ya daratan Gili Trawangan.
Perlakuanterhadap sampah  kini jauh berbeda, jika sampah tersebut sebelumnya dibuang ke laut, kini sampah tersebut dibakar di darat, bahkan banyak hewan ternak yang sedang memanah biak di TPA tersebut.
Kementerian pariwisata beserta pemerintah provinsi NTB menetapkan target jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 4jt kunjungan. Dengan kondisi saat ini, tidak tersedianya pengelolaan sampah langsung dari sumbernya, maka bukan lah hal mustahil "Sepenggal surga" di Nusantara akan mengalami sepi peminat dikarenakan tumpukan sampah tersebut jauh lebih terkenal dari keindahan pulau Lombok.

Tidak ada komentar:

Disqus Shortname

Comments system